Ketahui 5 Ciri Toxic Masculinity dalam Kehidupan Sehari-hari

 


Toxic masculinity adalah sebuah konsep yang sering kali menjadi topik pembicaraan dalam konteks kehidupan sehari-hari. Istilah ini mengacu pada perilaku dan sikap yang merugikan baik bagi pria itu sendiri maupun orang di sekitarnya.

Dalam artikel ini, kita akan melihat lima ciri toxic masculinity yang sering muncul dalam kehidupan sehari-hari.

Penghinaan terhadap Sikap Lemah

Salah satu ciri toxic masculinity yang paling umum adalah penghinaan terhadap sikap lemah atau emosional. Dalam masyarakat yang masih sangat patriarkis, pria seringkali didorong untuk menunjukkan kekuatan dan kekerasan sebagai tanda maskulinitas. Hal ini menyebabkan pria sering kali merasa terjebak dalam peran tersebut, dan mereka tidak diizinkan untuk menunjukkan sisi lemahnya.

Misalnya, jika seorang pria menangis atau menunjukkan emosi lainnya, ia sering kali dianggap sebagai “lemah” atau “tidak pantas menjadi seorang pria”. Hal ini menciptakan tekanan psikologis yang besar pada pria, dan bisa berdampak negatif pada kesehatan mental mereka.

Kekerasan sebagai Solusi

Ciri toxic masculinity lainnya adalah kecenderungan untuk memecahkan masalah dengan kekerasan atau ancaman kekerasan. Pria seringkali diajarkan bahwa kekerasan adalah cara yang paling efektif untuk menyelesaikan konflik atau menunjukkan dominasi. Hal ini bisa terlihat dalam bentuk perilaku agresif, baik secara fisik maupun verbal.

Misalnya, ketika seorang pria merasa terancam atau merasa tidak dihormati, ia mungkin merespons dengan memperlihatkan kekerasan atau menggunakan bahasa yang kasar. Hal ini tidak hanya merugikan bagi pria itu sendiri, tetapi juga bagi orang di sekitarnya.

Menekan Ekspresi Emosional

Banyak pria yang merasa terbebani oleh harapan untuk tidak menunjukkan emosi atau melibatkan diri dalam aktivitas yang dianggap “feminin”. Mereka diajarkan untuk menahan diri dan menekan ekspresi emosional mereka. Akibatnya, pria seringkali kesulitan dalam mengelola emosi mereka dengan sehat.

Misalnya, jika seorang pria merasa sedih atau cemas, ia mungkin enggan untuk berbagi perasaannya dengan orang lain karena takut dianggap lemah. Hal ini bisa menyebabkan pria tersebut mengalami isolasi emosional dan kesulitan dalam membangun hubungan yang sehat.

Dominasi dan Kontrol

Toxic masculinity juga sering kali berhubungan dengan keinginan untuk mendominasi dan mengendalikan orang lain, terutama perempuan. Pria yang terpengaruh oleh konsep ini seringkali merasa perlu untuk mempertahankan kekuasaan dan kontrol dalam hubungan mereka.

Misalnya, seorang pria mungkin berusaha untuk mengendalikan pasangannya dengan mengontrol pakaian yang ia kenakan, teman-teman yang ia temui, atau keputusan-keputusan lain dalam hidupnya. Hal ini mencerminkan pola pikir yang merugikan dan bisa berdampak negatif pada hubungan dan kesejahteraan pasangan mereka.

Penindasan Terhadap Identitas Lain

Ciri lain dari toxic masculinity adalah penindasan terhadap identitas lain, terutama jika identitas tersebut tidak sejalan dengan pandangan tradisional tentang maskulinitas. Pria yang terpengaruh oleh konsep ini seringkali merasa terancam oleh orang-orang yang tidak sesuai dengan norma tersebut.

Misalnya, seorang pria mungkin bersikap homofobik terhadap orang-orang LGBTQ+ atau mengejek pria lain yang menunjukkan minat dalam hal-hal yang dianggap “feminin”. Hal ini menciptakan lingkungan yang tidak inklusif dan merugikan bagi semua orang yang berbeda.

Menanggapi Toxic Masculinity

Penting untuk diingat bahwa tidak semua pria terpengaruh oleh toxic masculinity dan tidak semua ciri-ciri ini terjadi pada setiap individu. Namun, mengenali ciri-ciri ini dalam kehidupan sehari-hari adalah langkah pertama yang penting untuk mengubah cara kita memahami maskulinitas.

Sebagai masyarakat, kita perlu mempromosikan budaya yang inklusif dan membiarkan setiap individu mengekspresikan diri mereka dengan bebas. Kita harus menghapus stigma seputar emosi pria dan memberikan dukungan yang diperlukan agar mereka bisa hidup dengan sehat dan bahagia.

Dalam rangka melawan toxic masculinity, penting juga untuk melibatkan pria dalam perubahan ini. Pria harus diajarkan untuk menghormati dan mendukung orang-orang di sekitarnya, tanpa merasa terancam oleh perbedaan. Pendidikan dan kesadaran tentang masalah ini dapat membantu mengubah mindset dan perilaku yang merugikan.

Kesimpulan

Toxic masculinity adalah masalah yang nyata dalam kehidupan sehari-hari. Penghinaan terhadap sikap lemah, kekerasan sebagai solusi, penekanan ekspresi emosional, dominasi dan kontrol, serta penindasan terhadap identitas lain adalah ciri-ciri yang sering terkait dengan konsep ini.

Penting bagi kita semua untuk mengenali ciri-ciri ini dan bekerja sama untuk mengubah norma-norma yang merugikan tersebut. Dengan menciptakan lingkungan yang inklusif dan mendukung, kita bisa membantu mengatasi toksisitas dalam maskulinitas dan membangun masyarakat yang lebih baik.

Posting Komentar

Lebih baru Lebih lama

Formulir Kontak